Ki Hajar Dewantara dan Pemikirannya

 


    Perkembangan pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan indonesia tak lepas dari perjuangan anak bangsa bernama Soewardi Soerjaningrat anak dari bangsawan GPH Soerjaningrat dan merupakan cucu dari Sri Paku Alam III, Soewardi  atau di kenal dengan nama Ki Hajar Dewantara mendapatkan pendidikan formal di dalam istana Pangku Alam selain itu karena merupakan anak dari bangsawan Soewardi disekolahkan waktu kecil di sekolah formal EuropeecheLagere School (ELS) sekolah rendah untuk anak-anak Eropa, lanjut sekolah Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta, terus melanjutkan pendidikan di School Tot Opleiding Van ndische (STOVIA) Sekolah Kedokteran di jakarta, karena sakit Ki Hajar Dewantara tidak selesai di sekolah kedokteran. Sebagai figur dari keluarga bangsawan pangku alam, Ki Hajar Dewantara Memiliki kepribadian yang sangat sederhana dan sangat dekat dengan rakyat. Jiwanya menyatu melalui pendidikan dan budaya jawa guna mencapai kesetaraan sosial dan politik dalam masyarakat. Dengan dasar inilah yang menjadikan Ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi rakyat pribumi jawa.

            Karena tidak menyelesaikan sekolah dokter Ki Hajar memilih untuk menjadi seorang wartawan yang dari setiap tulisan yang selalu mengkritik pemerintahan Hindia Belanda berkaitan dengan kemerdekan pendidikan, ada tulisan dari Ki Hajar Dewantara yang membuat pemerintah pada saat itu sangat marah dengan judul tulisan “Als ik eens Nederlander was” artinya  “Seandainya Aku Seorang Belanda” pada tahun 1913 tulisan itu berisikan sindiran tajam kepada pemerintah Hindia Belanda, karena tulisan inilah Ki Hajar di asingkan di pulau bangka atas permintaan sendiri namun kedua rekanya juga ikut memperotes dan pada akhirnya merka di asingkan ke belanda (1913) tokoh ini di kenal sebagai tiga serangkai Ki Hajar pada saat itu berusia 24 tahun. dalam aktikel https://ayoguruberbagi.kemendikbud.go.id.

            Selama di belanda Ki Hajar semakin tekat untuk memajukan pendidikan di indonesia pada tahun 1919 kembali keindonesia, tiga tahun kemudian Ki Hajar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan dengan nama Taman Siswa di yogyakarta pada juli 1922 sebagai pintu gerbang kemerdekaan pendidikan,budaya,dan kemerdekaan nasional.

            Walaupun pemerintahan Hindia Belanda mendirikan sebuah pendidikan di indonesia itu hanya sebatas anak-anak keturunan eropa dan para bangsawan saja tetapi tidak untuk anak pribumi  tetapi semua itu hanya untuk keperluan pemerintahan hindia belanda ini sangat terasa sebagai budak di negeri sendiri. pada awal tahun 1920an lahir lah sebuah revolusi baru perubahan pendidikan dan pengajaran inilah titik dimana indonesia mulai membenah pendidikan yang memerdekaan kesetaraan, memerdekakan manusia dari kebelenguan pendidikan pada jaman belanda, lahir lah sebuah filosof pendidikan dengan semboyan  “Tut wuri handayani, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso”. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya nmenjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan, ini lah yang disebut degan trirahayu. Ini sangat jelas di tujukan pada seorang pengajar bukan pada murid dengan tujuan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginyai pendidikan dari Ki Hajar Dewantara

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan yang berpihak pada peserta didik dan memerdekakan peserta didik dalam pendidikan abad ke-21

PESATNYA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DI ERA DIGITAL MENJADI TANTANGAN BAGI GURU PENDIDIKAN JASMANI